KARYA ITU BERJUDUL "BUMI MANUSIA"

BUMI MANUSIA 

(OLEH PRAMOEDYA ANANTA TOER)



Tokohnya dalam 'Bumi Manusia' Jadi Perdebatan, Siapakah Minke?




"KALAU KEMANUSIAAN TERSINGGUNG, SEMUA ORANG YANG BERPERASAAN DAN
 BERFIKIRAN WARAS IKUT TERSINGGUNG, KECUALI ORANG GILA DAN ORANG YANG
 BERJIWA KRIMINAL, BIARPUN DIA SARJANA" 

"CERITA TENTANG KESENANGAN SELALU TIDAK MENARIK, ITU BUKAN CERITA TENTANG MANUSIA DAN KEHIDUPANNYA, TAPI TENTANG SURGA, DAN JELAS TIDAK TERJADI DIATAS BUMI KITA INI 


Bumi Manusia bagi para penggemar sastra Indonesia (khususnya mungkin di era dekade 1975 atau mungkin hingga sekarang) pasti sudah tidak asing dengan buku yang satu ini. Ya buku yang ditulis oleh salah satu seniman sastra indonesia ini bisa dibilang cukup fenomenal dan sangat layak untuk dibaca oleh para generasi muda terutama bagi yang menyukai sejarah. Buku ini mengambil latar waktu  menjelang abad 19 (kala itu negara kita bernama Hindia Belanda) serta segala dinamika yang terjadi kala itu. Buku ini merupakan bagian dari karya Tetralogi Buru milik bapak Pramoedya Ananta Toer yang ditulis beliau kala menjalani penahanan di pulau Buru, serta berhasil diangkat ke layar lebar pada tahun 2019 dengan judul yang sama.

Buku ini menceritakan sepasang anak manusia yang berbeda kebangsaan namun merajut tali kasih diatas tanah kolonial Minke dan Annelis. Minke adalah seorang pemuda yang berusia 18 tahun dan tengah menempuh pendidikan HBS di Surabaya, ia merupakan seorang anak Bupati dan memiliki nama asli Tirto Adhi (dan saya baru menyadari ternyata tokoh Minke merupakan penggambara dari bapak pers nasional kita RM Tirto Adhi Suryo) Minke merupakan seorang pemuda yang cerdas, mampu membaca menulis dan berbicara bahasa Belanda dengan baik, pandai menulis dan berilmu pengetahuan. Dia bertemu dengan Annelis Mallema setelah diajak oleh temannya ke sebuah rumah  milik seorang Belanda bernama Herman Mallema, sebuah rumah berpapan bertuliskan Boerderij Buitenzorg dan terletak di Wonokromo. Rumah itulah yang merubah jalan hidup Minke karena dia bertemu dengan seorang gadis Indo Belanda nan cantik bernama Annelis yang merupakan puteri dari Herman Mallema dengan gundiknya Nyai Ontosoroh, sebenarnya Annelis memiliki seorang kakak bernama Robert Mallema namun dia teramat benci dengan status "Indo" nya. 

Kisah Minke dan Annelis dimulai, Minke jatuh cinta dengan Annelis yang digambarkan memiliki kecantikan melebihi Ratu Wilhemina dan ternyata gayung pun bersambut, Annelis pun jatuh cinta jua dengan Minke dihari pertama pertemuan mereka. Ia merupakan tamu pertama bagi keluarga itu dan berhasil membawa keceriaan dirumah itu, waktu begitu cepat berlalu dan akhirnya Minke kembali ke Surabaya dan membuat Annelis merindukannya. Surat dari Wonokromo datang dan meminta Minke untuk kembali, Minke bimbang dan gelisah apa kata orang apabila dia kembali ke rumah Nyai Ontosoro yang merupakan seorang Gundik (wanita simpanan orang Eropa), setelah meminta pendapat kepada seorang temannya Jean Minke akhirnya kembali ke Wonokromo dan tinggal bersama Annelis dan Nyai Ontosoro dan Minke juga mengagumi Nyai Ontosoro yang tidak seperti wanita pribumi pada umumnya, hingga Minke menganggap Nyai Ontosoro adalah guru kehidupan baginya (di buku ini juga diceritakan bagaimana masa lalu dari Nyai Ontosoro atau Sarikem yang dijual oleh ayahnya kepada Herman Mallema agar mendapat jabatan yang tinggi) Minke cukup kaget mendengar masa lalu Nyai dari Annelis. Tapi ternyata ayah Minke mengetahui anaknya tinggal bersama Nyai, tak hanya ayahnya namun juga pihak sekolah hingga Minke sempat dikeluarkan namun karena kepandaiannya menulis dia menuangkan rasa ketidakpuasannya dalam satu tulisan dan dikirim ke sebuah koran hingga berhasil membuat dia masuk sekolah kembali. Setelah lulus dia meminang Annelis namun masalah mulai datang silih berganti, mulai dari tuntutan dari anak dan istri sah Herman Mevrow dan Ir Maurist yang hendak mengambil semua harta dan merampas Annelis dari Minke dan Nyai Ontosoro hingga status perkawinan antara Minke dan Annelis yang dianggap tidak sah karena berbeda status. 

Walaupun akhirnya Minke dan Nyai kalah dan Annelis pergi ke Belanda meninggalkan ratap tangis dan kesengsaraan Minke berjanji pada diri sendiri untuk lebih memperjuangkan lagi nasib pribumi agar tidak lagi harus kalah dengan orang Eropa Ending dari buku ini cukup sedih dan menguras airmata dan cukup memberikan gambaran akan nasib orang indonesia kala masih dalam genggaman Eropa dan membuka mata kita akan penindasan yang terjadi, serta kekurangan ilmu pengetahuan dalam negeri sendiri. Semoga kita semua bisa lebih sadar dan lebih mampu untuk membuat diri kita menjadi manusia indonesia yang berguna untuk semua. 

#salamliterasi 















Komentar