PEJUANG SEJATI


KEPERGIAN JENDERAL S. PARMAN 






Letnan Jenderal TNI Anumerta S. Parman adalah nama yang tidak asing lagi, beliau salah satu pahlawan revolusi yang gugur akibat peristiwa G30S / PKI yang terjadi pada tahun 1965. Jenderal yang lahir di Wonosobo, Jawa Tengah ini, 4 Agustus 1918, meninggal dunia dalam usia 47 tahun, meninggalkan seorang istri bernama Ibu Sumirahayu yang dinikahinya selama 14 tahun.

Kepergian beliau  diawali dengan sejumlah peristiwa yang cukup "mencengangkan". Dimulai satu setengah tahun sebelum peristiwa 30 September 1965, Pak Parman berjalan-jalan bersama Ibu ke Taman Makam Pahlawan Kalibata. Sesampainya di depan Taman Pahlawan dia menghentikan mobilnya dan keluar sambil menunjuk ke Taman Pahlawan, dia berkata kepada istrinya, "Wah, ini Taman Pahlawan! Tempat yang menyenangkan buatku Jeng jangan lupa kalau aku meninggal, supaya aku bisa dimakamkan di sini. Dan jangan lupa, juga supaya di kijingku  (batu nisanku) ditulis: Pejuang Sejati. "


Beberapa bulan kemudian, beliau memerintahkan ajudannya untuk membingkai fotonya. Setelah selesai, foto itu diserahkan kepada istrinya dengan mengatakan "Ini adalah kenang-kenangan untukmu. Ini satu-satunya yang tersisa untukmu."

Dua minggu sebelum kejadian berdarah, Pak Parman saat menemani Jendral Yani ke Nusa Tenggara, dia bilang ke istrinya, "Jeng hati-hati di rumah! Aku mau ke perbatasan, mungkin akan ada tembakan musuh di sana!"

Kamis 29 September 1965 sehari sebelum kejadian, Pak Parman menyuruh istrinya jalan-jalan ke Cibubur atau ke Cisalak, tapi harus melewati Cawang dan By Pass. Hal ini menimbulkan pertanyaan di benak istrinya, "Kenapa disuruh ke Cibubur atau Cisalak? Kenapa tidak disuruh ke Pasar Baru atau Cikini?" Sore harinya Pak Parman berkeliling kota dan sempat mengajak istri beliau jalan-jalan ke Bogor pada hari Minggu. Istri beliau kaget, beliau tidak suka pergi ke luar kota, ketika datang  hari libur beliau lebih suka menghabiskan waktunya untuk kerja bakti atau bermain kereta api.




Pada malam kejadian, ada pemandangan tidak biasa yang belum pernah ditemui sebelumnya. "Wah, ada begitu banyak burung gereja di ruang tamu,"


“Ah, tidur saja” jawab sang istri


"Wah, sekarang banyak burung sriti"


Semua tanda yang tidak biasa ini ternyata benar pada hari Jumat, 1 Oktober 1965. Pak Parman dijemput oleh pasukan Cakrabirawa dan harus menemui ajalnya di Lubang Buaya.

Demikianlah artikel singkat saya, semoga bermanfaat bagi semua pembaca dan bagi Jenderal S. Parman semoga mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa.


Aamiin


Sumber penulisan:

Buku Tujuh Prajurit TNI Gugur 1 Oktober 1965

Komentar