WANITA YANG LUAR BIASA


IBU  D.I PANJAITAN



Kali ini saya akan kembali membahas salah satu istri pahlawan revolusi. Beliau adalah istri dari almarhum Mayjen TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan, yaitu Ibu Marieke Panjaitan. Tulisan ini merupakan wujud kekaguman saya atas kesetiaan dan keberaniannya selama mendampingi suami tercinta dan dalam membesarkan anak setelah suaminya meninggal.


(Ibu D.I Panjaitan tahun 1959 sumber foto: dipanjaitan.blogspot.com



Ibu D.I Panjaitan memiliki nama asli Marieke boru Tambunan, lahir pada tanggal 1 April 1928 dan meninggal pada tanggal 2 Mei 2009 pada umur 81 tahun. Beliau merupakan putri dari Bapak Tambunan yang merupakan saudara dari Letnan Victor Tambunan, Staff Divisi VI Sibolga. Beliau menikah dengan Bapak D.I Panjaitan pada tanggal 3 September 1946 yang saat itu menjadi Mayor dan menjabat sebagai Komandan Batalyon I serta mengabdi di Pekanbaru, setelah melewati tunangannya selama 6 bulan, beliau berdua menikah di Gereja Tambunan. Selama kurang lebih 19 tahun Ibu Marieke Panjaitan dan Bapak D.I Panjaitan menyeberangi bahtera rumah tangga dan dikaruniai 6 orang anak (2 laki-laki dan 4 perempuan.) Keduanya adalah penganut Kristen Protestan yang taat.

(Foto Bapak dan Ibu D.I Panjaitan setelah menikah, sumber foto: dipanjaitan.blogspot.com)


Selama 19 tahun tersebut, Ibu Marieke setia mendampingi Bapak D.I Panjaitan dalam berbagai tugasnya, termasuk saat menjabat sebagai Atase Militer di Jerman Barat. Hal ini membuat saya sangat terkesan dengan sifat loyalnya. Meski menghadapi kesulitan, dia tidak takut untuk memilih menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Saya akan mengutip salah satu pengalamannya saat mengambilnya dari buku  D.I Panjaitan Gugur Dalam Seragam Kebesaran.


"Agar lebih tenang dalam menjalankan tugas beratnya, suami saya mengevakuasi Katherin dan saya yang belum genap satu bulan ke Bangkinang "Mamah harus mengungsi karena Bapak ingin bertempur" Hanya dengan sopir, saya dan Katherin pergi ke tempat evakuasi. Benar, sampai di tengah hutan. Mesin mobil kami rusak. Tidak ada kendaraan lain yang lewat. Menjelang sore upaya perbaikan mobil belum selesai. Dari kejauhan ada harimau berkeliaran. Sambil memeluk Katherin saya berdoa di dalam mobil. Malam tiba dan suasana hutan sangat menakutkan. Sopir Hutagalung punya akal sehat., dia mencari kayu bakar dan membakarnya menjadi api unggun. “Harimau tidak mau mendekat” sepanjang malam kami terjebak, tapi doa saya dikabulkan Tuhan, kami selamat dan keesokan harinya mobil sudah diperbaiki, jadi kami bisa melanjutkan perjalanan ke Bangkinang. ”




(Bapak dan Ibu D.I Panjaitan pada suatu kesempatan,

Sumber: Akun Facebook Mul Ya Mulzz)


Ketangguhannya diuji saat Pak D.I Panjaitan menjadi korban G30S / PKI. Awalnya beliau sangat kaget karena kejadian itu di depan matanya dan bersama anak-anaknya dia harus menyaksikan suami tercinta meninggal. Namun, beliau segera bangkit dan mengambil peran ganda sebagai orang tua tunggal. Dengan membeli bus kota, beliau memulai usahanya untuk menghidupi anak-anaknya dan menghidupi keluarga tercinta. Hingga akhirnya ia berhasil membesarkan anak-anaknya dan akhirnya meninggal dunia pada tanggal 2 Mei 2009 dalam usia 81 tahun.


Sekian yang bisa saya uraikan, semoga bermanfaat bagi pembaca semua dan untuk Ibu D.I Panjaitan. Saya berharap ibu mendapatkan tempat terbaik bersama Tuhan bersama suami tercinta.


Sumber penulisan:


Buku D.I Panjaitan, Gugur Dalam Seragam Kebesaran

Situs di dipanjaitan.blogspot.com

Komentar