Firasat Kepergian Pahlawan Revolusi Jenderal Sutoyo
Ada beberapa firasat yang terjadi menjelang kepergian
Pahlawan Revolusi Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, firasat tersebut adalah :
· Perasaan Gelisah
Menjelang kepergian Jenderal Sutoyo beliau
sempat mengalami rasa gelisah yang sangat amat, mengutip dari buku Tujuh
Prajurit TNI Gugur 1 Oktober 1965 pada tanggal 29 September Pak Sutoyo terlihat
bolak-balik masuk ke ruangan kerja beliau. Beliau merasakan panas dan gelisah
yang teramat sangat serta merasa tak enak badan, melihat hal tersebut ajudan
beliau Letda Sutarno merasa heran dan prihatin, akhirnya beliau menanyakan
mengapa Pak Sutoyo terlihat gelisah
“Pak, ada apa? Mengapa bapak terlihat
gelisah”
“Ah, Tidak apa-apa”
Sejurus kemudian beliau keluar dari kamar kerjanya
dan kembali ke tempat ajudan beliau.
“loh, disini kok dingin, sedangkan di
kamar saya sangat panas ya”
· Marahan dengan Putri beliau
Saat itu hubungan Jenderal Sutoyo dengan
Putri beliau Ibu Nani Nurrahman sedang sedikit kurang baik. Penyebabnya adalah
sebuah mesin tik yang lupa dirapihkan, diruang kerja Pak Sutoyo memang ada
sebuah mesin tik dan saat itu mesin tik tersebut sempat dipakai oleh seseorang
namun lupa merapihkan kembali. Melihat hal tersebut meledaklah amarah Pak Sutoyo,
melalui telpon beliau memarahi putrinya dan menduga putrinya lah yang memakai
mesin tik tersebut. Merasa beliau tidak memakai ibu Nani tidak terima dan
protes dengan tidak pulang kerumah selama beberapa hari karena beliau memang
tidak memakai mesin tik tersebut. akhirnya Pak Sutoyo memutuskan untuk
menjenguk putri beliau dalam rangka “baikan” namun Ibu nani masih sedikit kesal
dan hanya berbicara basa-basi saja kala bertemu dengan ayahnya.
·
“Sudah ya nan, Papap pergi dulu”
Beberapa saat sebelum kejadian pada kamis
30 September 1965 ibu nani pulang kerumah orangtuanya dan keinginan untuk bertemu
dengan ayahnya begitu kuat, sembari menunggu ayahnya ibu nani pun tidur siang
dan pada sorenya saat beliau bangun beliau pun bertemu dengan ayahnya. Namun pertemuan
itu hanya sebentar karena sang ayah harus pergi ke acara di Istora senayan yang
dihadiri bung karno
“Sudah ya nan, Papap pergi dulu” dan
rupanya itulah kalimat terakhir dari sang ayahanda.
Komentar
Posting Komentar