Kisah Keluarga Pahlawan Revolusi : Keluarga
Jenderal S. Parman
Jenderal
S. Parman merupakan salah satu pahlawan revolusi yang gugur dalam perstiwa
G30S/PKI. Beliau merupakan anak keenam dari 11 bersaudara pasangan Bapak
Kromodiharjo dan Ibu Marina Kromodiharjo. Beliau lahir di Wonosobo 4 Agustus
1918 dan wafat di Jakarta 1 Oktober 1965 diusia 47 Tahun, beliau memiliki istri
bernama Ibu Sumirahayu. Beliau tidak memiliki anak kandung namun beliau
mengangkat anak dari adik beliau yang bernama Lin Indanesiawati, selain itu
beliau juga memiliki seorang putra sambung bernama Soegiono dan berprofesi
sebagai tentara.
Beliau
menjalani kehidupan sederhana bersama istri beliau. beliau termasuk suami yang
cukup perhatian, setiap akhir pekan beliau selalu menyempatkan untuk
jalan-jalan berdua bersama dengan istri beliau. hari
minggu merupakan hari “Quality Time” bagi beliau berdua, selain itu Bapak S.
Parman suka membawakan oleh-oleh untuk istri beliau, seperti beliau suka
membawa pulang kue kecil yang disajikan saat rapat kantor untuk dibawa pulang,
coklat dari pesawat, dan hadiah kecil lainnya untuk istri beliau. Selain itu, terdapat
juga kisah yang berasal dari adik beliau yakni bapak Soebagiono (yang dikutip
dari buku 7 Prajurit TNI Gugur 1 Oktober 1965). Dalam kenangan adik beliau, Pak
Parman dikenal sebagai sosok dengan disiplin yang sangat tinggi. Suatu ketika
Bapak Soebagiono diajak oleh Pak Parman untuk menonton film, beliau yang sudah
sejak umur 14 tahun ikut dengan keluarga Pak Parman berjanji akan pulang pada
pukul 17:30 namun beliau terlambat 5 menit karena ban sepedahnya pecah, lalu
saat beliau sampai di rumah beliau langsung dimarahi oleh kakaknya “Baru nonton
saja terlambat, bagaimana kalau perang?”. Pak Parman sendiri juga dikenal
sebagai penggemar wayang dan beliau sering dipanggil oleh Presiden Soekarno
untuk ditanyai lakon wayang apa yang bisa ditampilkan untuk pertunjukan wayang
semalam suntuk.
Saat peristiwa G30S/PKI terjadi, Bapak Soegiono sudah menikah dan
tinggal di wilayah Tebet, saat Ibu Parman memberitahukan Pak Parman dipanggil
dari pukul 04:00 pagi namun sampai siang tidak pulang juga, beliau mengatakan
“tidak apa-apa. Dipanggil Presiden kan ada perlunya, mungkin bicara soal
wayang”. Pak Parman juga pernah meminta anak pertama Bapak Soebagiono untuk
dijadikan sebagai anak angkat dan akhirnya keinginan tersebut terpenuhi pada
usia 13 Tahun dimana anak dari bapak Soebagiono tinggal bersama Ibu S.Parman.
Komentar
Posting Komentar